Kehilangan menjadi sebuah topik yang kerap diangkat di dalam sebuah karya seni. Tentunya, hal ini merupakan sesuatu yang lumrah mengingat seni merupakan sebuah medium yang tepat untuk menyalurkan perasaan secara implisit. Bagaimana jika karya seni tersebut berbentuk rangkaian puisi mengenai perasaan gundah gulana akan kepergian kekasih tercinta yang ditulis oleh seorang tokoh fiktif?
Menumbuhkan kecintaan generasi muda terhadap karya sastra, Galeri Indonesia Kaya kembali menjadi ruang ekspresi bagi dunia sastra dengan mempersembahkan pertunjukan berjudul launching Buku Puisi “Melepas Kepergian” Karya Raka Sulistyo Bintang di Auditorium Galeri Indonesia Kaya. Acara yang digagas oleh Project Puri Sembilan ini merupakan sebuah parodi Sastra Indonesia dari penulis Felix K. Nesi, sastrawan asal Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur.

Hal yang menarik dari “Melepas Kepergian” adalah karya yang menampilkan perasaan nyata ini “ditulis” oleh seorang tokoh fiktif bernama Raka Sulistyo Bintang. Ia merupakan tokoh fiktif yang diadaptasi dari naskah drama musikal “Memeluk Mimpi-Mimpi” karya Felix K. Nesi yang ditulis tahun 2024 dan dipentaskan oleh Titimangsa di Teater Besar Taman Ismail Marzuki.
Tokoh Raka yang diperankan oleh Daffa Wardhana ini menulis buku puisi sebagai refleksi atas perjalanannya sebagai mahasiswa, sekaligus sebagai usahanya untuk melepaskan sang kekasih semasa kuliah. Setiap bait dalam buku ini menjadi jendela menuju dunia batin Raka yang bergulat dengan kenangan, harapan, dan perasaan yang tak selalu mudah diungkapkan.

Dipandu oleh seorang kritikus sastra, acara launching ini juga dihadiri sejumlah tokoh akademis dan para sahabat Raka – antara lain penyair senior Indonesia seperti Hiatu Gaharu (Wawan Sofwan), Dosen Psikologi Sastra, Dr. Mira Irawan, Ph.D (Olga Lydia), dan Sekar Prameswari (Claresta Taufan) sebagai moderator.
Peluncuran buku ini dipandu oleh Fajar Baskara (Kubil) dan Rena Putri (Mawar de Jongh). Turut hadir pula Larasati Jingga (Sherina Munaf) dan Agung Irawan (Danu Kusuma). Di dalam pertunjukan ini, penonton bisa menikmati puisi-puisi seorang yang patah hati, melihat bagaimana publik sastra berdiskusi tentang inspirasi yang melahirkan sebuah karya.

“Senang sekali kami diberikan kesempatan untuk menampilkan karya kami kepada para penikmat seni dan menunjukkan bagaimana puisi dan seni pertunjukan dapat saling terikat dalam merayakan kelahiran sebuah karya. Setiap puisi adalah perjalanan menuju penerimaan, dari stasiun yang penuh penantian, hujan yang membawa bayang-bayang, hingga pintu yang terbuka untuk awal yang baru,” ujar Felix K. Nesi.
Melalui “Melepas Kepergian”, pembaca diajak untuk menyelami gejolak perasaan seseorang yang mencoba memahami arti kepergian serta bagaimana kenangan dapat bertahan di antara waktu. Melalui lirisisme yang jujur dan menyentuh, buku ini tidak hanya menjadi kumpulan puisi, tetapi juga sebuah perjalanan batin yang dapat dirasakan oleh siapa saja yang pernah mengalami pahit-manisnya perpisahan.
