Hubungan antara manusia dan fashion sangat mendalam dan kompleks – bahkan, jauh melampaui dari sekadar pakaian. Fashion adalah cerminan dari identitas, nilai, dan sejarah manusia yang menjadi wadah ekspresi diri, penanda status sosial, dan alat untuk menyampaikan pesan sosial atau politik.
Aspek “Kemanusiaan yang Dibentuk Ulang” atau “Humanity Recrafted” tampak di dalam fashion show yang dipersembahkan oleh Bespoke Project dan FUTURE LOUNDRY. Dengan menempatkan pakaian sebagai media untuk sebuah pernyataan – bukan sekadar produk, kedua fashion show penutup rangkaian JF3 Fashion Festival 2025 yang diadakan pada Sabtu (2/8) di Recrafted Hall, Summarecon Mall Serpong ini secara fundamental menembus batas-batas tradisional demi mengeksplorasi narasi dan makna yang lebih dalam.

Mengusung tema “Embodiment Malfunction”, Bespoke Project menghadirkan 48 looks yang dibagi dalam dua sequences: “Dekontruksi” dan “Sculpture”. Menampilkan siluet yang terdistorsi dan material yang seolah rusak atau glitching, koleksi ini mengambil inspirasi dari ketidakstabilan berpikir untuk mengeksplorasi ketidaksempurnaan pakaian di era post-human. Sebuah manifestasi dari keretakan antara realitas dan visualisasi absurd, panggung runway berubah fungsi, menjadi panggung naratif di mana pakaian, baik organik maupun artifisial, mengalami “gangguan fungsi” dan “kesalahan sistem” yang merefleksikan pencarian identitas baru.
Pola dan warna saling bertabrakan yang disandingkan dengan nuansa mewah khas ajang fashion show, menciptakan sebuah benturan yang disengaja antara gaya eksentrik dan norma masyarakat atas. Konsep overlapping dan bertabrakan juga tampak pada show di atas runway yang menampilkan marionette gothic dan sosok gaib yang menyebarkan wangi dupa di satu sesi yang kemudian dilanjutkan dengan sesi yang menampilkan pakaian dengan aksen sejumlah subkultur Indonesia seperti warung nasi. Musik latar dari grup musik rock seperti System of A Down dengan remix dangdut, band metal Jerman – Rammstein serta band electronic asal Inggris, The Prodigy yang kontra dengan musik dangdut electune dari versi cover viral lagu Fourtwnty, “Mangu” di akhir perhelatan semakin menambah kuat aksen tumpang tindih yang sejalan dengan prinsip brand milik Jeremy Hartono ini berupa desain yang melampaui batas-batas.

Isu humanitas dan batas yang kabur juga menjadi fokus utama dari fashion show bertajuk “Raga” dari brand asal Bali, FUTURE LOUNDRY yang bekerjasama dengan Persona. Menggambarkan bahwa tubuh manusia bukan hanya sekadar raga fisik, melainkan sebuah wadah atau arsip hidup yang menyimpan dan merefleksikan seluruh pengalaman – layaknya koleksi fashion yang sering menampilkan arsip dari masa lampau. Mengaburkan batas antara seni performatif dan presentasi mode, show ini menyajikan sebuah karya yang lebih dari sekadar peragaan busana.
Alih-alih berjalan statis, para model mengekspresikan narasi yang tersemat dalam setiap busana, menjadikan interaksi mereka dengan pakaian sebagai tarian yang penuh makna. Pendekatan revolusioner ini menantang format fashion show konvensional dan mengajak audiens melihat pakaian sebagai ekspresi jiwa yang hidup. Garment yang digunakan turut merepresentasikan identitas yang terlihat dari item beraksen deconstructed dari sejumlah tokoh utama di pertunjukan dan streetwear fashion pada figur pelengkap yang terkesan bebas.
Melalui “Raga”, FUTURE LOUNDRY menghadirkan fashion show teatrikal yang menyentuh seluruh aspek lima pancaindra dan tersusun rapi di setiap bab ceritanya. Melihat persembahan tersebut, The Societies teringat akan sejumlah show ternama bernuansa teatrikal di dunia mode seperti “No.13” karya Alexander McQueen, koleksi “Fall/Winter 1995” dari Thierry Mugler dan “Afterwords” yang menampilkan koleksi Fall/Winter 2000 kreasi Hussein Chalayan di mana sejumlah aspek seperti absennya format runway yang statis dan komersial, redefinisi fungsi garmen serta peran runway sebagai kanvas untuk eksplorasi ide-ide mendalam tentang identitas, teknologi, politik, dan kondisi manusia – terdapat di dalam show “Raga” dari brand milik Ican Harem dan Manda Pinky ini.

Sejalan dengan tema JF3 di tahun 2025, yaitu “Recrafted: A New Vision”, fashion show dari Bespoke Project dan FUTURE LOUNDRY berhasil melakukan redefinisi ulang fashion melalui konsep, koleksi dan pagelaran busana yang menantang persepsi audiens tentang kecantikan, seni, dan makna dari sebuah fashion show itu sendiri.
Menampilkan estetika distorsi dan benturan budaya, kedua pagelaran busana tersebut secara gamblang mengundang penikmat fashion untuk melihat hal-hal di luar nalar sebagai sebuah karya seni. Meskipun terkesan kontradiktif dengan standar mainstream, koleksi “Embodiment Malfunction” milik Bespoke Project dan “Raga” dari FUTURE LOUNDRY menunjukkan bahwa keindahan sejati hadir dalam hal-hal yang tidak sempurna dan di luar nalar.
